Budaya Positif di sekolah sangat penting untuk membentuk murid yang memiliki karakter kuat demi terwujudnya profil pelajar pancasila yang dicetuskan sebagai pedoman untuk pendidikan di Indonesia. Untuk membangun budaya positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar peserta didik mampu berfikir, bertindak, dan mencipta secara merdeka, mandiri, dan bertanggungjawab.
Fakta yang terjadi bahwa kesadaran akan penerapan disiplin diri murid belum berdasarkan motivasi internal, posisi kontrol gurupun belum sampai pada tahap manajer melainkan sebagai penghukum dan pembuat murid merasa bersalah Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan murid yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi internal. Murid yang memiliki disiplin diri berarti mampu bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.
Dalam membangun budaya positif, kita meninjau lebih mendalam tentang strategi yang menumbuhkan lingkungan yang positif di sekolah untuk mendukung pembelajan yang bermakna. Dengan cara melakukan berbagai upaya dan refleksi serta menerapkan tawaran strategi dalam praktik disiplin, kesungguhan mengontrol murid, menjalankan dalam menerapkan budaya positif. adanya konsep budaya positif akan sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam lembaga pendidikan dalam rangka mewujudkan merdeka belajar. Budaya positif meliputi 6 hal yaitu perubahan paradigma stimulus respon, konsep disiplin positif, keyakinan kelas, pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia, lima posisi control, dan segitiga restitusi.
Penanaman Konsep untuk Mengubah Paradigma |
Budaya positif akan menghasilkan pembelajaran yang bermakna apabila setiap komponen konsep dilaksanakan dan disesuaikan dengan kondisi, karena pendidik akan memperhatikan beberapa hal berikut terkait dengan konsep budaya positif yaitu:
1. Perubahan Paradigma Stimulus Respon
Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab.
2. Konsep Disiplin Positif
Disiplin positif berarti disiplin yang bermula dari dalam diri, bukan karena takut dihukum atau mengharap imbalan. Seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal.
3. Keyakinan Kelas
Keyakinan kelas dibentuk berisi peraturan-peraturan yang bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan pada umumnya, yang lebih rinci dan konkrit. Rincian keyakinan kelas dapat dilakukan dengan prinsip berikut:
- Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal,
- Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif,
- Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas,
- Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan,
- Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas dengan berpendapat. dan bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
4. Pemenuhan Lima Kebutuhan Dasar Manusia
Setiap tindakan atau perilaku yang dilakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas. Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.
5. Lima Posisi Contol
Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer.
6. Segitiga Restitusi
Segitiga restitusi dapat menstabilkan Identitas (Kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan), Validasi Tindakan yang Salah (Semua perilaku memiliki alasan) Menanyakan Keyakinan (Kita semua memiliki motivasi internal).
Kolaborasi |
Disiplin diri bukan lagi diartikan hukuman, akan tetapi lebih pada proses belajar, Melihat perilaku perilaku peserta didik dalam rangka memenuhi kebutuhan dasarnya, Menghargai Setiap perilaku peserta didik memiliki tujuan, mewujudkan merdeka belajar dengan menyusun keyakinan kelas dibentuk bersama, disepakati bersama dan untuk ditaati bersama dan lebih memahami bahwa Sumber Alasan perilaku manusia adalah untuk menghindari ketidak nyamanan, untuk mendapat imbalan/ penghargaan dan menjadi orang yang diinginkan sesuai nilai yang mereka percaya.
Konsep budaya positif harusnya benar-benar tertanam kepada seluruh Pendidik dan Tenaga Pendidikan (PTK) yang ada di sekolah, sehingga benar-benar diterapkan mulai dari lingkup terkecil yakni kelas yang nanti dampaknya bisa membentuk budaya positif di sekolah. Mari kuatkan diri, mari tergerak dan bergerak bersama agar budaya positif di sekolah benar-benar terwujud.
Keren...lanjutkan pak, semakin keren
ReplyDelete