Jurnal Dwi Mingguan untuk Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik kali ini saya menggunakan model 4C (Connection, Challenge, Concept, dan Change). Berikut uraian dari Model 4C pada Jurnal Dwi Mingguan Modul 2.3
Connection (Keterkaitan materi yang didapat dengan peran saya sebagai CGP)
Materi yang benar-benar baru dan luar biasa bagi guru junior seperti saya. Saya pikir, supervisi akademik hanya akan saya peroleh ketika suatu saat saya menjadi seorang pemimpin dalam sebuah lembaga pendidikan. Saya pikir supervisi akademik adalah sebuah kegiatan penilaian yang terlihat sangat menakutkan bagi guru yang akan disupervisi, dan supervisor adalah seorang tim penilaian yang patut diwaspadai, ditakuti atas penilaian, dan tanggapannya atau kritikannya terhadap kinerja guru selama ini. Itulah anggapan dan pemikiran saya sebelum mendapat kesempatan belajar materi ini.
Tapi saat ini, ketika mendapat kesempatan belajar apalagi berdiskusi dengan fasilitator, Pengajar Praktik, instruktur, bahkan dengan rekan-rekan guru sesama Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 5 Kab. Lamongan tentang “supervisi akademik dengan model coaching”, ternyata tidak harus menunggu menjadi seorang pemimpin sebuah lembaga pendidikan untuk belajar apa itu supervisi akademik, saat inipun saya bisa mendapatkan kesempatan memperoleh pengetahuan tersebut. Pengetahuan tentang supervisi akademik, tujuan dari supervisi akademik, bagaimana strategi yang dilakukan dalam supervisi agar supervisi tidak menjadi suatu peristiwa yang menakutkan bagi sebagian guru dan bagaimana refleksi setelah dilakukan supervisi akademik. Melalui proses coaching untuk supervisi akademik yang saya pelajari dalam modul ini, membukan mata saya lebar-lebar, bahwa supervisi adalah hal yang menarik, hal yang menyenangkan, dan dapat dijadikan sebagai kiblat bagi saya sebagai guru dan mungkin bagi guru-guru lain, untuk memastikan pembelajaran yang telah dilakukan selama ini sudah berpihak pada murid atau tidak, sebagai tolak ukur bagi kita untuk meningkatkan kompetensi sebagai guru, baik komptensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, maupun kompetensi profesional.
Menyimak tentang materi coaching untuk supervisi akademik, adakah keterkaitan dengan peran saya sebagai CGP? Tentu keterkaitannya sangat erat sekali. Sebagai seorang guru, saya berperan menuntun murid-murid saya sesuai kodratnya, sebagaimana pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Terkadang berperan sebagai coach bagi mereka, bahkan mungkin tanpa saya sadari sebagai coach bagi rekan-rekan guru lain. dan proses coaching manjadikan aktifitas saya, dalam menuntun murid-murid saya, dalam suasana pembelajaran ataupun suasana kolaborasi bersama teman sejawat menjadi lebih fleksibel, akrab, dan bermakna.
Challenge (Adakah ide, materi, atau pendapat dari narasumber yang berbeda dari praktik yang saya jalankan selama ini?)
Apa itu proses coaching? Berdasarkan definisi dari beberapa ahli, dapat disimpulkan, coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berbentuk kemitraan bersama klien (coachee atau orang yang akan kita bantu) untuk memaksimalkan potensi atau kinerjanya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Dari proses coaching itu, coachee akan menemukan sendiri jalan untuk memaksimalkan potensi atau kinerjanya. Bagaimana prosesnya sehingga coache mampu menemukan sendiri jalan untuk memaksimalkan potensinya?
Berdasarkan paparan meteri yang saya dapatkan dari Program Guru Penggerak ini, coaching memiliki tujuan dan prinsip lebih kearah memberdayakan, lebih kepada membantu seseorang untuk belajar dari pada mengajarinya, itulah kenapa coaching berbeda dengan bentuk-bentuk pengembangan diri yang lain seperti mentor, konseling, fasilitasi, atau training. Contoh, dalam mentoring, mentor membagikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya, sedangkan dalam coaching, coach menuntun cochee, menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki. Perhatikan kata membagikan dalam mentor, dan kata menuntun dalam coach. Artinya coach sekalipun membantu, tapi sifatnya menuntun seseorang melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif sehingga dia menemukan sendiri apa yang harus dilakukannya untuk bangkit dan berjalan menuju perubahan yang dia inginkan. Dan proses coaching sangat sesuai dengan salah satu tujuan pengembangan diri, yaitu agar guru menjadi otonom yang berarti dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan memodifikasi diri secara mandiri. Untuk membantu orang lain menjadi, coachee, atau rekan guru untuk mengembangkan kompetensinyanya dan menjadi otonom, maka kita perlu memiliki paradgima berpikir coaching terlebih dahulu. Paradigma tersebut adalah :
• Fokus pada coache/rekan yang akan dikembangkan
• Bersikap terbuka dan ingin tahu
• Memiliki kesadaran diri yang kuat
• Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Saat fokus pada coachee, kita sebagai coach, fokus pada topik yang dibawakan, apa yang perlu dilakukan atau dikuasai untuk mencapai tujuan tersebut, sehingga melalui percakapan kreatif dan bermakna dapat membawa kemajuan pada mereka. Seorang coach juga harus bersikap terbuka berusaha tidak menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang lain. Tetap menunjukkan rasa ingin tahu yang besar terhadap keinginan dan ide-ide dari coachee. Dalam proses coaching itu, agar coach mampu menangkap perubahan yang terjadi selama emosi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, maka coach perlu memiliki kesadaran diri yang kuat. Dan yang terpenting dalam coaching ini adalah, bagaimana seorang coach mampu melihat peluang baru dan masa depan karena coach mendorong seseorang untuk fokus pada solusi.
Dari beberapa paradigma diatas, ternyata berbeda dengan paradigma dan perilaku saya sebagai guru selama ini. Jika dikaitkan dengan hasil proses pembelajaran yang kurang maksimal, bisa dikatakan saya sebagai guru kurang fokus. Baik terhadap kebutuhan belajar murid-murid saya maupun terhadap strategi pembelajaran yang saya lakukan. Kesibukan-kesibukan yang sering menyita waktu saya, adalah salah satu faktor saya selama ini ternyata kurang bersikap terbuka terhadap murid. Terkadang memberi mereka label sesuai perilaku yang lebih mendominasi siswa-siswa saya, sering terbawa emosi saat berhadapan dengan perilaku murid yang kurang sesuai dengan tata tertib sekolah atau etika berprilaku, dan kurang menunjukkan rasa ingin tahu terhadap kebutuhan belajar, kebutuhan dasar, perkembangan, atau perubahan perilaku murid-murid saya.
Concept ( Menceritakan konsep-konsep utama yang saya pelajari dan menurut saya penting untuk terus dibawa selama menjadi Calon Guru Penggerak atau bahkan setelah menjadi Guru Penggerak?)
Setelah membaca tentang konsep caoching secara singkat ternyata ditemukan beberap hal yang sangat meanrik untuk direnungkan dan dilaksanakan. Bukan karena ini adalah materi yang baru kita kenal, bukan pula karena coaching berbeda deng bentuk-bentuk pengembangan diri lainnya, tapi karena dalam proses coaching, coach hanya menuntun, tidak adak paksaan, tidak pula mengajari, apalagi menggurui atau menyuruh. Tapi bagaimana coachee menemukan sendiri solusi dan jalan menuju peningkatan kompetensi dirinya atau solusi dari keinginannya melalui proses menggali ide-ide kreatif dalam diri coachee. Dan yang sangat menarik dalam coaching adalah istilah kemitraan.
International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan mengugah pikiran untuk mengisnpirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi atau proffesional coachee. Prinsip coaching yang dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching yaitu "kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi" dan ketiga frasa kunci ini penting untuk selalu kita bawa selama menjadi CGP bahkan selama kita berprofesi sebagai seorang guru atau saat memposisikan diri sebagai coach, sebagai agen atau pemimpin perubahan, Jadi dengan ketiga frasa kunci itu, dapat dijadikan sebagai prinsip ketika melakukan coaching bahkan kolaborasi, interaksi, komunikasi baik dengan sesama rekan guru maupun murid dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak berinteraksi dengan tujuan membantu orang lain mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya menuju perubahan kearah yang lebih baik
Selain prinsip coaching, ada lagi hal penting yang perlu selalu kita bawa selama kita menjadi CGP dan menempatkan diri sebagai coach, yaitu kita perlu terus meningkatkan 3 kompetensi inti coaching. Apa saja ketiga kompetensi inti itu? Yang pertama, kehadiran penuh atau kemampuan untuk hadir sepenuhnya (jiwa dan raga) saat berhadapan dengan coachee, sehingga badan, hati, dan pikiran selaras saat melakukan percakapan dengan coachee. Yang kedua yaitu mendengarkan aktif atau menyimak, dan yang terakhir yaitu kemampuan untuk mengajukan pertanyaan berbobot. Tujuannya adalah untuk menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulus pemikiran coachee, memunculkan hal-hal baru yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya dan yang dapat mengungkapkan coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan komptensinya. Dalam coaching, proses menuntun yang dilakukan coach salah satunya melalui sebuah percakapan bermakna. Untuk itu dibutuhkan kemampuan seorang coach. Kemampuan untuk dapat menavigasi tujuan dan arah Percakapan yang dibutuhkan coachee dan kemampuan untuk menciptakan alur percakapan, sehingga proses percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna. Dalam kemampuan menentukan tujuan dan arah percakapan, seorang coach harus bisa menentukan apakah percakapan untuk perencanaan, apakah untuk pemecahan masalah, apakah untuk berefleksi, ataukan percakapan untuk kalibrasi, atau bahkan dalam sebuah percakapan mencakup keempat tujuan percakapan tersebut. Dan terkait dengan kemampuan menciptakan alur percakapan yang efektif dan bermakna, maka dalam materi coaching yang saya pelajari yaitu alur TIRTA.
TIRTA kepanjangan dari : T yaitu Tujuan. Artinya antara coach dan coachee perlu menentukan tujuan pembicaraan yang akan berlangsung dan idealnya tujuan ini datang dari coachee. Huruf yang kedua dari kata TIRTA yaitu I. I merupakan kepanjangan dari identifikasi. Artinya coach perlu melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta yang ada pada saat sesi percakapan. Misalnya coach bertanya kepada coachee "apa kekuatan Bapak/Ibu/saudara dalam mencapai tujuan tersebut?". Huruf ketiga dari kata TIRTA adalah R, yang merupakan kepanjangan dari Rencana aksi, artinya alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Misalnya "Apa ukuran keberhasilan rencana aksi Bapak/Ibu?". Dan huruf terakhir dari kata TIRTA adalah TA yaitu kepanjangan dari TAnggung jawab yang artinya bagaimana seorang coach mampu menuntun coachee membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya
Dari beberapa konsep-konsep utama tentang coaching, dapat disimpulkan bahwa dengan proses caoching terutama dalam supervisi akademik, akan membantu murid-murid kita atau rekan guru menemukan potensi dirinya, menuntun mereka menjadi lebih mampu mengembangkan dan meningkatkan komptensinya secara sadar, secara mandiri, dan penuh motivasi bukan karena paksaan atau sesuai suruhan atau perintah dari kita sebagai mitra yang membantunya mengembangkan diri.
Change (Apa perubahan dalam diri Anda yang ingin Anda lakukan setelah mendapatkan materi pada hari ini? )
Setelah mempelajari materi coaching ini, ternyata mampu meluruskan paradigma saya tentang bagaimana kita harusnya memandang dan memperlakukan murid dan orang lain saat kita memposisikan diri sebagai coach, bagaimana seharusnya menempatkan diri dalam proses menuntun murid atau membantu rekan-rekan kita atau orang lain. Dan lebih khusus lagi, bagaimana sebuah supervisi dapat berubah dari suasana menakutkan menjadi menyenangkan, dari sebuah penilaian kinerja menjadi sebuah sharing dan diskusi pengalaman dalam melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid, dan pada akhirnya menjadi sebuah refleksi bermakna yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur atau pijakan bagi guru dalam melakukan pengembangan kinerja.
No comments:
Post a Comment