GERAKAN KAUM MUDA SEBAGAI AMUNISI PENENTU KEMAJUAN BANGSA


Pemuda (Mahasiswa) Agen Of Change

Secara fitrah, masa muda merupakan jenjang kahidupan manusia yang paling optimal. Dengan kematangan jasmani, perasaan dan akalnya, sangat wajar jikalau pemuda (mahasiswa) memiliki
potensi yang besar dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainya. Kepekaan
yang tinggi terhadap lingkungan banyak dimiliki pemuda mahasiswa. Pemikiran kritis mereka sangat didambakan rakyat. Di mata masyarakat umumnya, mereka adalah agen perubahan (agent of change) tatkala masyarakat terkungkung oleh tirani kezaliman dan kebodohan. Mereka juga motor penggerak kemajuan ketika masyarakat melakukan proses pembangunan. Tongkat estafet peralihan suatu peradaban terletak di pundak mereka. Baik buruknya nasib rakyat kelak, bergantung pada kondisi pemuda dan mahasiswa sekarang ini.

Sejarah menunjukkan bahwa selain aktivitas gerakan yang berupa tuntutan-tuntutan terhadap persoalan internal sebuah perguruan tinggi, gerakan mahasiswa yang dalam hal ini di isi oleh para pemuda juga mampu menemukan momentum-momentum besar yang menyebabkan keterlibatannya dalam perubahan politik nasional menjadi sangat penting, dapat kita lihat sejak awal lahir dan Keberadaan mahasiswa di tanah air, terutama sejak awal abad ke-20, tidak hanya eksistensi mereka sebagai sebuah kelas sosial terpelajar yang akan mengisi peran-peran strategis dalam masyarakat. Tetapi mereka telah terlibat aktif dalam gerakan perubahan jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebagai anak bangsa yang secara sosial mendapat kesempatan lebih dibandingkan dengan saudaranya yang lain, mahasiswa kemudian menjadi penggerak utama dalam banyak dimensi perubahan sosial politik di tanah air pada masanya. Aktivitas mahasiswa yang merambah wilayah yang lebih luas dari sekedar belajar di perguruan tinggi inilah yang kemudian popular dengan sebutan gerakan mahasiswa yang tentunya dalang/pelopornya adalah para pemuda..

Harus kita akui, mahasiswa hanyalah salah satu aktor yang terlibat dalam setiap momentum perubahan yang terjadi. Walaupun demikian, gerakan mahasiswa dalam setiap kurun sejarah selalu mampu menempatkan dirinya menjadi aktor utama yang berada di garda depan perubahan. Hal ini yang membedakan mahasiswa dengan aktor perubahan lainnya, seperti kalangan cendekiawan, politisi, militer, dan elemen masyarakat lainnya. Keadaan ini sangat dimungkinkan karena posisi mahasiswa yang dianggap netral dan belum bersentuhan langsung dengan berbagai kepentingan politik praktis. Selain itu, sebagai kaum muda yang masih belum mempunyai ketergantungan dan tanggung jawab ekonomi kepada keluarga serta posisi mereka sebagai calon intelektual, maka peran sebagai penggagas ide awal, baik di tingkat praksis maupun wacana, menjadi sangat signifikan. Tetapi, banyak studi menyebutkan bahwa kondisi psikologis mereka sebagai kaum muda yang dinamis dan anti kemapanan serta rasa percaya diri yang tinggi sebagai mahasiswa, menjadi faktor penting dalam menempatkan mahasiswa di garda depan perubahan.

Hadley Read (1979) mengatakan bahwa biasanya untuk menerima suatu inovasi, ada kelompok pelopor (earlier adopters) yang jumlahnya sedikit. Mahasiswa(pemuda) dan sebagian kecil komponen masyarakat lainnya masuk dalam kelompok ini.

Intensitas sebuah sebuah gerakan dalam proses perubahan pada dasarnya dipengaruhi oleh dua kondisi, yakni:

1. kondisi subyektif, berupa hal-hal yang berkaitan dengan faktor internal mahasiswa seperti latar belakang sosial, ideologi dan idealisme yang terbangun.

2. kondisi obyektif, adalah tatanan sosial, politik dan ekonomi yang melingkupi proses gerakan. Umumnya, peran strategis mahasiswa akan menguat tatkala kedua kondisi ini secara signifikan dapat mendukung terjadinya momentum-momentum perubahan sosial dan politik Negara indonesia.

Pemuda, Demokrasi, dan Globalisasi

Reformasi adalah perubahan secara mendasar di berbagai bidang kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Perubahan secara mendasar tersebut tentu muaranya adalah perubahan menuju kondisi kehidupan yang lebih baik, adil, makmur-sejahtera dan demokratis. Dalam konteks gerakan kepemudaan harus mengambil posisi dan peran kepemimpinan secara komprehensif dalam konteks moral, intelektual dan politik dalam arti yang luas, yakni politik untuk meningkatkan kualitas demokrasi bangsa. Di sisi lain pemuda juga wajb mengikuti perkembangan global/internasional, dan meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki dalam menghadapi iklim kompetisi yang kian tajam. Para pemuda wajib melebarkan wawasan dan jangkauannya ke lingkup internasional, dengan membuka diri dengan berbagai macam informasi dan dinamika global. Sikap keterbukaan dan mengikuti dengan seksama perkembangan dunia, baik dalam skala regional maupun internasional (atau bersikap outward looking), merupakan satu persyaratan yang wajib ada.

Dalam konteks inilah, maka posisi dan peran pemuda dalam menghadapi globalisasi ditentukan oleh, setidaknya tiga faktor utama:

Pertama, pemahaman yang baik dan benar akan hakikat dan makna globalisasi, berikut manfaat dan mudharatnya. Dengan memahami secara mendalam atas fenomena globalisasi, maka diharapkan pemuda mampu memposisikan diri di tengah-tengah peta globalisasi yang luas dan penuh tantangan itu.

Kedua, kepandaian dan kecerdasan pemuda dalam menyikapi dan memerankan diri di tengah arus globalisasi. Ini merupakan konsekuensi logis dari faktor pertama, yang menekankan pemahaman mendalam tersebut. Bahwa dengan tingkat pemahaman yang baik, maka diharapkan muncul pola sikap dan kebijakan yang tepat dalam menghadapi globalisasi berikut ekses-eksesnya.

Tantangan Pemuda dan Mahasiswa Dalam Usaha Memajukan Bangsa

Pembangunan pemuda mempunyai peran strategis dalam mendukung peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Pemuda merupakan generasi penerus, penanggungjawab dan pelaku pembangunan masa depan. Kekuatan bangsa di masa mendatang tercermin dari kualitas sumber daya pemuda saat ini. Untuk itu, pemuda harus disiapkan dan diberdayakan agar mampu memiliki kualitas dan keunggulan daya saing guna menghadapi tuntutan, kebutuhan, serta tantangan dan persaingan di era global.

Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pemuda seiring dengan era globalisasi adalah:

(1) masih rendahnya akses dan kesempatan pemuda untuk memperoleh pendidikan;

(2) masih rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja pemuda;

(3) belum serasinya kebijakan kepemudaan di tingkat nasional dan daerah;

(4) rendahnya kemampuan kewirausahaan di kalangan pemuda;

(5) tingginya tingkat pengangguran terbuka pemuda;

(6) maraknya masalah-masalah sosial di kalangan pemuda, seperti kriminalitas, premanisme, NAPZA, dan HIV/AIDS;

(7) Masih rendahnya pembinaan dan perhatian terhadap pemuda dan organisasi Kemasyarakat dan Pemuda (OKP).

Semangat perjuangan sebenarnya sudah menjadi bagian penting dari pemuda Indonesia sejak dulu. Dari sanalah semangat kepemudaan harus dipupuk dan dipertahankan. Semangat kepemudaan seharusnya tak boleh hilang diterjang berbagai godaan dan tantangan. Seharusnya semakin banyak tantangan, maka, semangat kepemudaan itu semakin membaja, semakin kuat dan semakin terlatih.Tantangan terbesar sesungguhnya yang dihadapi para pemuda dewasa ini adalahpenghadapi globalisasi beserta dampak dan pengaruhnya yang terbilang luarbiasa.

Anak-anak muda sekarang lebih bangga jika dapat berperilaku kebarat-baratan, mulai dari gaya pakaian, makanan, bahkan sikap dan pandangan hidup. Gaya hidup hura-hura itu ditunjukkan secara gamblang lewat stasiun televisi mulai dari gaya sinetron dengan pendekatan serba hedonis,hingga acara kontes menyanyi seperti Indonesian Idol atau AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Anak muda sekarang lebih semangat memacu diri lewat 'jalan pintas': Menjadi penyanyi terkenal, artis, lalu banyak penggemar dan kaya lewat profesi yang serba gemerlap. Cuma segelintir pemuda negeri ini yang lebih keras
berupaya dalam hal prestasi dengan kegemilangan pengetahuan, penelitian, atau memeras otak dan keringat dari intelegensinya. Kebanyakan anak muda justru ternina bobo oleh angan-angan kosong yang ditawarkan sistem kapitalisme.

Untuk menjadikan peran pemuda di tengah masyarakat lebih konkret i, perlu adanya kesadaran kolektif para pemuda pada perjuangan yang sesungguhnya. Anak-anak muda perlu diberikan stimulan besar untuk dapat kembali ke jalan yang benar, mempertahankan semangat perjuangan dan kepemudaan. Hal yang perlu pertama kali disikapi adalah tujuan ideal yang akan dicapai oleh para pemuda itu, bukan hanya sekadar tujuan antara. Pemuda perlu mendefinisikan kembali tujuan dan visi hidupnya secara kolektif. Dari sini kemudian akan ada kesadaran kolektif untuk melanjutkan peran yang diwariskan para pemuda sebelumnya. Sebab hanya dengan semangat, kolektivitas, dan tekad yang kuat, bangsa ini dapat kembali berjaya dan bangkit dari keterpurukan.

Jika dilihat berbagai catatan dan berbagai predikat yang disandang Indonesia, maka anak yang baru lahir pun mungkin akan malu menjadi orang Indonesia. Berbagai 'rekor' memang ditorehkan negeri ini, dengan label buruk. Kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia saat ini berada pada peringkat ke-109 dari 174 negara di dunia. Sementara itu, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand masing-masing berada pada peringkat ke-41 sampai 44. Posisi negeri ini bahkan di bawah Vietnam yang baru bangkit dari perang dengan Amerika. Jika diamati pula indeks pembangunan manusia Indonesia, maka akan dilihat fakta yang terus menurun dalam lima tahun belakangan ini. Pada tahun 1995, Indonesia menduduki peringkat ke 104 dunia, jauh di atas Vietnam yang saat itu
berada di peringkat 120 dunia. Ironisnya, dalam tahun 2005 ini peringkat Indonesia merosot ke urutan 110 dunia sedangkan Vietnam naik menjadi peringkat 108 dunia. Utang luar negeri yang ditanggung Indonesia kini mencapai Rp. 1.300 triliun lebih yang bila dibagi rata untuk seluruh penduduk Indonesia, mencapai Rp. 6,5 juta per orang. Transperancy International yang bermarkas di Berlin pun mengumumkan peringkat indeks korupsi tahun 2005, dan Indonesia menempati rangking ke 137 dari 159 negara di dunia.

Indonesia mungkin dapat menjadi negara yang memalukan dalam berbagai hal, hingga saat ini. Namun ini tentu tak boleh dibiarkan berlarut. Bagaimana pun, harga diri bangsa sudah eksis dan didengungkan dari awal. Berkaca pada pepatah Melayu lama, sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Maka tentunya perlu dibentuk kesadaran kolektif terhadap bangsa ini mengenai eksistensi, kemandirian dan harga diri bangsa. Itu sebenarnya harus dimulai dari generasi muda seperti halnya kemerdekaan bangsa, kebangkitan bangsa sejak kelahiran Boedi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 1928 dan proklamasi kemerdekaan yang semuanya digerakkan oleh motor utama para pemuda. Tentunya diperlukan pemuda-pemuda yang tangguh, bukan para pemuda yang cengeng atau bermental hedonis. Maka, 'cita-cita ideal Bung Karno' pemuda tangguh Indonesia akan benar-benar mampu mengguncang dunia, bukan hanya sekadar orasi dan lips service semata.

Penutup
Pemuda sebagai ujung tombak yang menjelma menjadi sebuah amunisi dari maju mundurnya sebuah bangsa harus senantiasa siap untuk selalu berkiprah dan memberikan sumbangsihnya untuk kemajuan Negara kita, sebagai mana yang telah di harapkan oleh proklamator tanah negeri ini. Dengan harapan Mudah-mudahan pemuda dan generasi penerus harapan bangsa, dapat menjelma menjadi soekarno-soekarno masa depan, yang senantiasa menjadi motor pergerakan kemajuan bangsa.

Gerakan baru kaum muda, bisa dirujuk dari pola civilizational movement, yakni suatu upaya besar yang hendak mendorong seluruh kekuatan tenaga dan pikiran, serta pergerakan sosial ke arah terciptanya masyarakat yang berperadaban sebagaimana yang dijelaskan dalam konsep civilization.

1. Di tingkat suprastruktur, gerakan ini mengandaikan adanya bangunan ideologis yang kokoh di batin segenap anggota masyarakat.

2. Di tingkat kultur, ia juga meniscayakan adanya kondisi masyarakat yang mempunyai ketinggian tingkat keilmuan (literate society) serta inisiatif dan partisipasi baik di bidang ekonomi, politik, maupun kebudayaan.

3. Di tingkat struktur, civilizational movement mempunyai tugas untuk memperbaiki sistem dan performa kenegaraan agar memenuhi hak-hak masyarakat yang biasanya selalu menjadi pihak yang dikalahkan.

Istilah civilizational movement sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dalam khazanah kaum intelektual di Indonesia. Ia berasal dari kata civic, civil, atau citie, yang semua mempunyai arti ”kota” atau ”peradaban”. Dalam konteks peradaban, pengertian ini mengandung jiwa perkotaan (citizen) di mana ditandai oleh tingginya partisipasi masyarakat, maraknya inisiatif pemikiran, tercapainya kemandirian ekonomi, dan kemajuan teknologi. Maka tak salah bila kemudian konsep ”gerakan kota”, menurut Naquib al-Attas (1977:15), akan mengarahkan masyarakat pada ”suatu kehidupan manusia dalam ketinggian tata susila dan kebudayaan”.

Gerakan kaum muda harus mampu menjadi martir dalam mengkonsolidasikan seluruh kekuatan civil yang berbasis sektor apa pun, dan pembangunan masyarakat yang berbasis lokal. Dengan demikian ada beberapa strategi gerakan yang seharusnya dilakukan oleh gerakan kaum muda.Pertama, penguatan visi lokal. Penguatan visi lokal berbanding lurus dengan keinginan untuk menemukan keistimewaan lokal (local uniqueness). Di sinilah kaum muda harus bisa mencari strategi yang paling tepat, ketika berhubungan dengan pemerintahan lokal (local government). Apakah pola hubungannya dibangun secara konfliktual (vis a vis) atau dibangun di atas pondasi kemitraan (consensus), semuanya harus dipertimbangkan secara matang. Kedua, peningkatan partisipasi lokal. Peningkatan partisipasi lokal berarti dua pengertian; pertama, partisipasi kritis, dan kedua, partisipasi kooperatif. Model partisipasi yang pertama dipakai untuk menghadapi pemerintah lokal yang korup, dan menghamba pada pemodal yang eksploitatif, sehingga dibutuhkan sikap oposisi kritis untuk mengubah struktur yang menindas tersebut. Model partisipasi yang kedua digunakan untuk menghadapi pemerintah lokal yang membutuhkan advokasi politik untuk melawan pemerintah pusat yang otoritarian atau pemodal yang eksploitatif. Ketiga, pengembangan kapasitas dan kompentensi sumberdaya lokal. Pengembangan kapasitas dan kompetensi mempunyai pengertian bahwa setiap sumberdaya manusia di tingkat lokal harus dapat diandalkan melalui pengelolaan yang baik atas semua sumberdaya di lokal tersebut.

Pada dasarnya Pemuda mempunyai potensi yang sangat besar dan luar biasa, potensi tersebut bisa bermanfaat bagi bangsa dan Negara atau bahkan menjadi boomerang bagi kehancuran bangsa, semua itu tergantung pemuda itu sendiri. ibarat pedang yang sangat tajam, ketajamannya tidak menjadi penentu bermanfaat-tidaknya pedang tersebut. Orang yang menggenggam pedang itulah yang menentukannya.

innamal a’maalu bi niyati

You Can If You Thing You Can

Fastabiqul Khoirot




Share:

No comments:

Post a Comment

Blogroll

Popular Post

Labels

Followers

Blog Stats

Label List


AD (728x90)

Label Cloud

Popular Posts

Labels Cloud

Recent Posts