A.
PENDEKATAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.
Pengertian
Kurikulum
Pengertian kurikulum dari
para ahli telah banyak dikemukakan oleh para pakar kurikulum. Beberapa pakar
yang penulis pilih yang kiranya dapat diterapkan dalam perencanaan kurikulum,
seperti dikemukakan oleh Hilda Taba dalam diskusi tentang kriteria untuk
pengembangan kurikulum yaitu ”A curriculum is a plan for learning”. Dia,
mendefinisikan krurikulum tersebut dengan elemen-elemennya yaitu : All
curricula, no matter what their particular design, are composed of certain elements.
A curriculum usually contain a statement of ains and of specific objectives; it
indicates some selection and organization of content; it either implies or
manifests certain patterns of learning and teaching, whether because the
objectives demad them or because the content organization requires them.
Finnaly, it includes a program of evaluation of the outcomes. Menurut Taba
bahwa kurikulum adalah sebagai perencanaan untuk pembelajaran, tetapi selanjutnya
dijelaskan bahwa kurikulum itu dilengkapi dengan maksud dan tujuan yang lebih
spesifik yang adanya beberapa pilihan dan pengorganisasian pokok-pokok materi,
juga secara tidak langsung tergambar pola belajar dan pembelajaran yang
disesuaikan dengan tujuan dan rumusan yang diharapkan oleh para pengguna, di
dalamnya termasuk program evaluasi dan hasil yang diharapkan dari lulusan
sekolah yang bersangkutan.
Pengertian kurikulum yang dikemukakan Curtis R. Finch and
John R. Crunkilton (1984 : 9) : ”… curriculum may be defined as the sum of the
learning activities and experiences that a student has under the auspices or
direction of the school”. Dari definisi kurikulum ini lebih memfokuskan pada
peserta didik dengan memberikan sejumlah kegiatan dan pengalaman belajar yang
diarahkan atas pengawasan sekolah. Ronald C. Doll (1974 : 22) mengemukakan
definisi kurikulum pada perubahan penekanan pengalaman : The commonly accepted
definition of the curriculum has changed from content of cources of study and
list of subjects and courses to all the experiences which are offered to
learned under the auspices or direction of the school. Jadi, Doll lebih jelas
menekankan perubahan pengalaman pada peserta didik itu akan dimulai dari
perencanaan pokok, sub pokok materi dan uraian materi yang disiapkan untuk
kegiatan pembelajaran yang ditujukan untuk pengalaman siswa belajar atas bantuan
atau pengarahan sekolah.
Ada pula yang mengemukakan
bahwa kurikulum adalah penekanannya sebagai dokumen tertulis untuk perencanaan
pendidikan atau pembelajaran para peseta didik, yang diberikan oleh sekolah.
Pernyataan tersebut seusai dengan yang dikemukakan Beauchamp (1968 : 6) : ”A
curriculum ia a written document which may content many ingredients, but
basically it is a plan for the education of pupils during their enrolment in
given school”. Apabila kita menyimak apa yang dikatakan Beauchamp, bahwa ia
lebih menekankan kepada perencanaan yang terkomendasi secara formal, sehingga
sekolah mempunyai acuan untuk mengembangkan di lapangan. Menginterpretasikan pengertian kurikulum
oleh para pakar pada realitanya ditentukan oleh keyakinan filosofisnya
masing-masing, sehingga interpretasinya disampaikan memilikan perbedaan,
seperti dikemukakan Oliva dalam bukunya berjudul ”Developing the Curriculum”
sebagai berikut :
Ø Curriculum is that which is taught in school.
Ø Curriculum is a set of subjects.
Ø Curriculum is content.
Ø Curriculum is a program of studies.
Ø Curriculum is a set of materials.
Ø Curriculum is a sequence of courses.
Ø Curriculum is a set of performance objectives.
Ø Curriculum is a course of study.
Ø Curriculum is everything that goes on within the school, including
extraclass activities, guidance, and interpersonal relationships.
Ø Curriculum is that which is taught both inside and outside of school
directed by the school.
Ø Curriculum is everything that is planned by school personnel.
Ø Curriculum is a series of experiences undergone by learners in
school.
Ø Curriculum is that which an individual learner experiences as a
result of schooling.
Dari definisi yang
dikemukakan terlebih dahulu dapat dimaknai bahwa ada yang mengartikan dengan
cara yang sempit dan ada yang mengartikan dengan cara yang luas, tetapi yang
penting yaitu bagaimana sekolah atau guru dapat mengembangkan dan
mengimplementasikannya untuk keperluan peserta didik. Upaya guru
mengembangkannya pada rancangan pembelajaran serta implementasi di kelas,
laboratorium atau di lapangan merupakan bagian yang penting untuk memberi
pengalaman yang berharga untuk para peserta didik sebagai bekal kelak mereka di
lapangan kerjanya masing-masing atau bekal melanjutkan studi ke jenjang yang
lebih tinggi lagi, dan suatu saat juga akhirnya akan berkiprah kerja di keahliannya
atau bidangnya masing-masing.
Pengertian kurikulum yang
telah dipaparkan di atas dapat diaplikasikan untuk kurikulum dalam lingkup
pendidikan teknologi dan kejuruan atau lebih umum diaplikasikan untuk kurikulum
pendidikan kejuruan (vocational). Kurikulum pendidikan kejuruan
merupakan suatu perencanaan tertulis yang lengkap mulai dari tujuan, silabus,
kompetensi, kompetensi dasar, pokok bahasan, sub pokok bahasan, penentuan
waktu, penilaian dan sumber bacaan. Dari kurikulum tertulis tersebut perlu
dikembangkan menjadi kurikulum operasional, dapat berupa rancangan pembelajaran
dan dilanjutkan dengan proses pembelajaran di mana guru berinteraksi dengan
peserta didik yang dilengkapi dengan metode pembelajaran, media pembelajaran
dan alat evaluasi yang memadai dan tepat, yang diharapkan akan mencapai hasil
pembelajaran peserta didik yang optimal sesuai bakat, minat dan potensi yang
mereka miliki.
Memaknai pengertian
kurikulum yang telah diuraikan yang diartikan secara luas, maka selain yang
dipaparkan di atas khususnya dalam lingkup pendidikan kejuruan, maka akan
termasuk di dalamnya yang terkait dengan bagaimana guru membimbing, membina,
memotivasi di dalam kelas, laboratorium, maupun di luar kelas, seperti dalam
kegiatan ektra kurikuler, hubungan interpersonal kepada para peserta didiknya.
Dengan demikian dalam batasan-batasan kurikulum yang lebih mutakhir, khususnya
untuk kurikulum pendidikan kejuruan adanya penekanan pada unsur peserta didik
dan pengembangan potensinya.
2.
Kurikulum
dan Pembelajaran
Kurikulum dapat dibedakan secara tegas
dengan pembelajaran. Kurikulum merupakan semua yang terkait dengan pengalaman
belajar peserta didik. Untuk pengalaman belajar peserta didik perlu ada tujuan
pada kurikulum tersebut, deskripsi, silabus yang di dalamnya terdiri atas
standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang akan dicapai, pokok bahasan atau
sub pokok bahasan, waktu yang diperlukan, buku sumber, dan penilaian.
Dari kurikulum yang terdokumentasi atau
tertulis ini harus ada kurikulum operasionalnya, yaitu yang pertama dari
kurikulum tertulis tersebut dikembangkan oleh guru ke dalam rencana proses pembelajaran
per pertemuan untuk setiap semester yang di dalamnya ada komponen tujuan umum
dan tujuan khusus, pokok bahasan, sub pokok bahasan, uraian materi, metode dan
media yang direncanakan, evaluasi yang akan dilakukan dan buku sumber yang
dipakai. Kurikulum operasional yang berupa rancangan proses pembelajaran akan
diimplementasikan ke dalam pembelajaran, sehingga terjadi interaksi antara guru
dan peserta didik dalam sebuah proses pembelajaran untuk memberikan pengalaman
belajar pada peserta didik agar mereka mendapatkan hasil dari proses
pembelajaran berupa aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dari aspek kognitif berupa pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi, dari aspek afektif
mencakup pengiriman, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi,
pembuatan pola hidup, dan kemampuan psikomotor meliputi persepsi, kesiapan,
gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola
gerakan, kreativitas.
Hasil proses pembelajaran itu perlu
dilakukan penilaian untuk mengetahui tingkat penguasaan aspek pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) dari pokok bahasan
atau sub pokok bahasan suatu proses pembelajaran yang telah dilakukan. Jadi,
kurikulum itu ada kurikulum tertulis dan kurikulum operasional yang berupa
rancangan proses pembelajaran yang fokusnya pada peserta didik. Baik pada
kurikulum tertulis maupun kurikulum operasional adalah untuk memberi pengalaman
belajar pada peserta didik untuk
mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Pembelajaran lebih
memfokuskan kepada proses pembelajarannya agar peserta didik mendapatkan
pengalaman belajar untuk mengembangkan potensinya secara terarah dan lebih
maksimal untuk mencapai hasil belajar yang maksimal pula sesuai yang diharapkan,
yang akan tergantung tentang pokok bahasan/sub pokok bahasan atau materi apa
yang dipelajarinya dalam proses pembelajaran yang bersangkutan atau dalam mata
diklat atau mata pelajaran tertentu.
3.
Pendekatan
Kurikulum
a.
Pendekatan
Filosofis
Pendekatan filosofis dalam pendidikan
pada umumnya adalah pemikiran ahli filsafat yang diambil atau dipilih untuk
dipakai dalam pendidikan, khususnya dalam perencanaan kurikulum. Secara harfiah
filosofis (filsafat) berarti ”love of wisdom” atau cinta akan kebijakan.
Mempelajari filsafat untuk
mengaplikasikannya dalam kehidupan, khususnya dalam kehidupan sekolah yang
dimulai dengan rancangan kurikulum. Rancangan kurikulum yang dilandasi
pendekatan filosofis akan dapat membuat proses perancangan dan proses
pembelajaran secara bijak, sehingga akan membekali peserta didik dengan ilmu,
sikap, dan keterampilan yang mengarahkan kepada kehidupan peserta didik yang
lebih baik yang aman sejahtera dalam kehidupan dan penghidupannya. Rancangan
kurikulum yang berlandaskan pendekatan filosofis berarti akan diwarnai
keyakinan mana yang dipilih mendasari kurikulum tersebut. Para perancang
kurikulum perlu mempunyai kesepakatan apa yang diyakini tentang apa tujuan yang
akan dicapai setelah peserta didik lulus dari sekolah yang bersangkutan.
Sebagai contoh, jika diinginkan peserta
didik setelah lulus dapat melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi, maka
perlu disiapkan kurikulum sekolah yang luas dan komprehensif seperti
dikemukakan oleh Edward J. Power (1982 : 87) ”… the curriculum of all school
must be broad and comprehensive, …”. Untuk kurikulum pendidikan kejuruan
apabila diyakni harus menekankan penyesuaian peserta didik dengan jenis
pekerjaan yang ada di lapangan kerja, maka menurut Sukamto (1988 : 91) : …,
maka isi kurikulumnya bisa diramalkankan sangat didominasi oleh penumbuhan kemampuan-kemampuan
transisional seperti bagaimana beradaptasi dengan lingkungan, bagaimana
mengatasi problem mobilitas pekerjaan, dan kemampuan berhubungan dengan sesama
orang (human relation skill).
Pendidikan kejuruan terdiri dari
beberapa jenis atau bidang keahlian, walaupun demikian sebagai landasan
berpikir untuk kurikulum pendidikan kejuruan yang manapun relatif sama.
Pendekatan filosofis ini akan dapat mengarahkan perancang kurikulum, tetapi
penentuan isi kurikulum berlandaskan pemikiran filosofis selain mengandung
konotasi kurang obyektif, sering mengalami kesulitan teknis dalam
mengidentifikasi perangkat pemikiran filosofis yang komprehensif dan merupakan
konsensus paling tidak di antara mereka yang terlibat dalam pendidikan teknologi
dan kejuruan itu sendiri (Sukamto, 1998 : 92).
Rancangan kurikulum pendidikan kejuruan
yang dimaksud yang sesuai bidangnya masing-masing tetap memerlukan pemikiran
dasar filosofis, sebagai upaya penentuan tujuan kurikulum dan isi kurikulum
yang akan membekali peserta didik setelah mereka lulus. Keyakinan untuk
merumuskan kurikulum perlu disepakati, sehingga betul-betul dapat memilih,
menentukan pendekatan filosofis yang tepat, yang dipandang sebagai pemikiran
dasar atau keyakinan yang tumbuh dari analisis konteks dunia pendidikan dan
dunia kerja.
b.
Pendekatan
Fungsional
Apabila dalam pendekatan filosofis
sebagai dasar pemikiran perancangan kurikulum akan dipengaruhi oleh keyakinan
para perancang kurikulum terutama orang yang memiliki jabatan, atau orang yang
disegani, tetapi dalam pendekatan fungsional akan lebih obyektif. Pada
pendekatan fungsional akan didasari asumsi bahwa peserta didik yang belajar
dalam lingkup pendidikan teknologi dan kejuruan perlu mempelajari fungsi-fungsi
apa yang harus ada dalam rangka menjamin kelangsungan kerja dunia usaha atau
dunia industri. Dari fungsi-fungsi yang ada akan dijabarkan kepada
penampilan-penampilan peserta didik yang lebih luas yang terkait dengan
tugas-tugas tertentu dalam dunia usaha atau dunia industri, yang selanjutnya
indentifikasi tugas penampilan itu akan menjadi masukan bagi para perencanaan
kurikulum.
Setiap jenis atau bidang keahlian dalam
lingkup pendidikan kejuruan masing-masing tugas atau fungsi dalam dunia usaha
atau dunia industri perlu diidentifikasi, dikelompokkan sesuai bidang
pendidikan kejuruan, apakah pendidikan kejuruan ekonomi, kerajinan, tekstil,
teknologi, pariwisata, pertanian, perikanan, dan sebagainya. Mengidentifikasi
tugas-tugas dalam setiap bidang keahlian kejuruan ini akan lebih baik dilakukan
oleh orang-orang yang memiliki wawasan dalam bidangnya masing-masing. Dapat
dicontohkan identifikasi fungsi yang berkaitan dengan kelompok pariwisata
bidang busana, seperti :
Ø Membuat
pola.
Ø Memotong
busana.
Ø Menjahit
bagian busana.
Ø Finishing
pembuatan busana.
Ø Menghias
busana.
Dari identifikasi fungsi-fungsi di atas
di industri busana dapat dirinci lebih spesifik lagi menjadi daftar
kegiatan-kegiatan dari setiap fungsi, yang selanjutnya dikaitkan dengan setiap
kompetensi atau keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang akan
melaksanakan kegiatan-kegiatan itu. Kompetensikompetensi yang dimaksudkan akan
dirumuskan dalam bentuk kognitif, afektif, dan psikomotor dengan tingkat yang
bervariasi.
Kompetensi-kompetensi yang dirumuskan
menurut klasifikasi tertentu yang akan membantu guru atau instruktur dalam
menyusun pengalaman belajar atau kombinasi-kombinasi kegiatan belajar yang akan
membantu peserta didik untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang dimaksud. Kompetensi-kompetensi
yang disusun itu harus disepakati oleh pihak industri, pihak sekolah dan
pihak-pihak lain yang terkait untuk dikaji menyeluruh dan vertifikasi lanjut
untuk ketepatan dan kelayakannya. Ungkapan di atas sepertinya menempatkan
sekolah seolah ujung ketergantungan pada dunia industri atau dunia usaha dan
sekolah penentuan kurikulum diorientasikan pada lapangan yang ada. Sekolah
jangan dianggap sebagai kepanjangan tangan dunia usaha atau dunia industri
dengan hanya mengidentifikasi fungsi-fungsi umum tersebut.
Kompetensi-kompetensi umum untuk
beberapa jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kelompok sejenis justru akan
memberikan keluasan pilihan bagi peserta didik setelah mereka lulus dari
program pendidikannya. Dalam merancang kurikulum seperti ini mengandung
konsekuensi proses yang panjang sehingga memerlukan waktu yang cukup lama dan
biaya yang cukup tinggi.
c.
Pendekatan
Introspektif
Pendekatan
introspektif yaiu mendasarkan penentuan kurikulum pada hasil pemikiran
perorangan atau kelompok, tetapi lebih difokuskan kepada mereka yang terlibat
langsung dalam penyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan, yaitu guru
dan para administrator.
Guru
dan administrator adalah orang-orang yang terlibat langsung di lapangan,
sehingga diharapkan mereka akan tahu persis apa yang selayaknya dimasukan
sebagai isi kurikulum sekolah. Jadi, diperlukan orang-orang yang dapat
mengetahui, memahami, menghayati apa yang terjadi di lapangan dan bagaimana
sebaiknya yang perlu ada dalam isi kurikulum yang nanti dapat diimplementasikan
secara relatif mendekati kesempurnaan yang diharapkan untuk memperoleh lulusan
yang handal, dapat beradaptasi di lapangan.
Realisasi
pendekatan introspektif akan dimulai mempelajari apa yang terjadi di lapangan
yang sudah dilaksanakan, berjalan, dan dilengkapi dengan data program yang
serupa yang ada di tempat lain sebagai bahan bandingan. Bahkan bandingan itu,
baik di negara kita sendiri atau dibandingkan dengan yang ada di negara lain
walaupun hanya melalui literatur, dan apabila langsung survey tentu akan lebih
konkrit, tetapi tentu konsekuensi pada dana. Selain itu perlu dipelajari
catalog sekolah, laporan tahunan sekolah, melalui majalah atau jurnal sebagai
bahan memperluas wawasan. Ini dilakukan para guru atau administrator sebelum mereka
mengambil keputusan untuk masukan isi kurikulum yang dimaksud.
Guru
dan administator yang dilibatkan dengan pendekatan introspektif adalah guru dan
administrator yang dalam realitanya terjun langsung di lapangan, mengetahui
atau merasakan persis apa yang dirasakan di lapangan bukan guru dan
administrator yang hanya duduk di meja tidak pernah melihat lapangan. Melihat
lapangan berarti guru tersebut langsung membimbing praktik di laboratorium atau
langsung menjadi pembimbing pada peserta didik terjun ke lokasi industri atau
dunia usaha, sehingga para guru atau administrator tersebut menghayati betul
apa kekurangan atau kelemahan yang terjadi pada peserta didik.
Untuk
lebih memantapkan menentukan isi kurikulum, maka pendekatan introspektif ini
dapat melibatkan personalia dari industri atau dunia usaha sebagai dewan
penasihat kurikulum (curriculum advisory commite). Cara ini pun akan
lebih baik, sehingga akan lebih mendekatkan hubungan antara sekolah dan dunia
kerja. Cara ini pula dapat ditempuh melalui hubungan dekat atau pribadi dari
guru atau administrator, dan dengan pihak industri, pengusaha akan memberi
peluang untuk mendiskusikan masalah isi kurikulum dengan para pemakai tenaga
lulusan dari pendidikan teknologi dan kejuruan untuk berbagai bidang keahlian.
Hubungan pribadi ke arah positif antara pihak orang-orang yang ada di sekolah
dan pihak dunia usaha dan dunia industri harus dijalin demi kepentingan yang
lebih besar dari dunia pendidikan, khususnya dunia pendidikan teknologi dan
kejuruan.
d.
Pendekatan
Analisis Tugas
Pendidikan teknologi dan kejuruan pada
umumnya menerapkan pendekatan analisis tugas (task analysis), karena
dari kajian tentang aspek-aspek perilaku yang didapatkan dari hasil penelitian
dan buku panduan yang dikembangkan selama ini atau beberapa tahun terakhir
secara sistematis telah dijabarkan langsung dari deskripsi pekerjaan dan
deskripsi tugas.
Yang penting yang perlu diperhatikan
sebelum proses penentuan isi kurikulum dengan pendekatan analisis tugas,
sebelumnya perlu dipertegas tentang istilah-istilah yang sering dijumpai di
literature yang dapat menimbulkan kerancuan penafsiran di masyarakat. Dalam
keperluan analisis tugas dapat dibedakan antara istilah pekerjaan (job),
kewajiban (duties), tugas (task), kegiatan (activity),
pengoperasioan (operations) dan langkah-langkah (step).
Digambarkan dari yang paling umum ke bagian yang paling terkecil, yang menurut
Sukamto dapat digambarkan sebagai berikut :
Dari
analisis tugas digambarkan tersebut adalah analisis tugas yang lengkap. Apabila
pekerjaan yang hanya terdiri dari beberapa langkah, maka kadang-kadang timbul
kerancuan, karena semuanya ditafsirkan menjadi pekerjaan. Upaya menghindari hal
tersebut yang penting hendaknya diingat bagaimana menggunakan diagram dalam bagan
untuk menganalisis suatu pekerjaan, misalnya ”… kalau suatu tugas tertentu
dapat mewakili secara representatif suatu kewajiban suatu kewajiban (duty)
tertentu, maka hendaknya dapat dimengerti kalau dalam kasus tersebut kewajiban
dan tugas menjadi suatu pengertian dan istilahnya dipakai atau dipertukarkan
satu sama lain” (Sukamto, 1988 : 101).
Melaksanakan
analisis tugas yaitu dilaksanakan kepada pekerjaan yang betul-betul sudah
menduduki jabatan atau pekerjaan di tempat kerja, jadi bukan pengadaian atau
teori, tetapi benar-benar nyata ada pada realisasinya, sehinggamerupakan data
obyektif yang dapat diandalkan kebenarannya. Yang penting diperhatikan pula
pada analisis tugas yaitu ketelitian dan kecermatan dalam inventarisasi dan
pengolahan data, yang pada umumnya sulit melaksanakannya karena memakan waktu
yang lama dan berimbas pada ketersediaan dana.
Pada
negara yang belum maju kondisi itu belum dilaksanakan, karena terbentur dana
yang tersedia relatif kecil. Sistematika atau urutan kerja akhirnya akan menentukan
logika penjabaran untuk satuan kegiatan-kegiatan belajar yang nanti akan
diselenggarakan di sekolah masing-masing. Jadi, analisis tugas ini diperlukan
ketelitian dan kecermatan banyak orang yang terlibat dengan jumlah data yang
diperlukan sangat banyak. Saat melakukan analisis tugas penting diperhatikan
langkah-langkah sebagai berikut yaitu :
Ø
Melakukan kajian literatur dan informasi
yang relevan.
Ø
Mengembangkan inventori pekerjaan atau
jabatan.
Ø
Memilih sampel atau contoh pekerjaan
sebagai sumber data.
Ø
Melaksanakan survei atau penelitian di
lapangan.
Ø
Menganalisis hasil survei untuk
dijabarkan menjadi kurikulum dan
Ø
kegiatan belajar di sekolah.
4.
Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Teknologi Kejuruan
Pengembangan
kurikulum perlu mengacu pada teori-teori yang sudah dikembangkan para ahli di
antaranya oleh Ralp W. Tyler (Sukamto, 1988 : 46) yang mengemukakan empat
pertanyaan :
Ø Apakah
tujuan pendidikan yang ingin dicapai di sekolah ?
Ø Pengalaman
belajar macam apakah yang harus disediakan untuk dapat mencapai tujuan
pendidikan tersebut ?
Ø Bagaimanakah
pengalaman-pengalaman belajar tersebut dapat diorganisasikan dengan efektif ?
Ø Bagaimanakah
caranya untuk mengetahui bahwa tujuan pendidikan tersebut telah dicapai?
Berbicara
tentang tujuan pendidikan yang akan dicapai siswa perlu mendapat kesepakatan
dari pengembang kurikulum. Tahap yang dilakukan untuk pengembangan kurikulum
pendidikan teknologi dan kejuruan diperlukan melalui analisis tugas, analisis
pekerjaan, dan analisis tugas atau pekerjaan yang berhubungan dengan jabatan.
Setelah dianalisis, maka pengembang kurikulum akan dapat mengidentifikasi
pengalaman belajar apa yang diperlukan agar dapat mengarahkan aktivitas belajar
peserta didik lebih optimal.
Dikemukakan oleh
Curtish R. Finch and John R. Grunkilton (1984 : 32) dalam pengembangan
kurikulum bahwa awalnya difokuskan sebagai berikut : ”The development phase
focuse on relating objectives to sound learning principles, identifying the
learning guidelines necessary for optimum learning, and specifying activities
that should take place in the learning enviroment” . Jadi, fokus awal adalah
bagaimana tujuan akan dicapai dengan memperhatikan prinsip-prinsip belajar bagi
peserta didik, mengidentifikasi pembelajaran optimal yang diperlukan dengan
memperhatikan lingkungan belajar agar mahasiswa melakukan aktivitas belajar.
Pertanyaan-pertanyaan
yang dikemukakan Tyler merupakan persoalan yang tidak mudah untuk dicari
pemecahannya. Menurut Sukamto (1988 : 47) bahwa : Kontroversi tentang apa yang
harus menjadi tujuan pendidikan di sekolah ini dapat dilihat misalnya pada
harus ditambahkannya mata pelajaran baru di suatu kurikulum lembaga pendidikan
manakala pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu secara persuasif
memandang perlu dimasukkan menjadi bahan pelajaran di sekolah. Dari pertanyaan
Tyler ini banyak strategi untuk mengoperasionalkan tujuan pendidikan tersebut,
ada yang menjabarkannya dari pemikiran filsafat, studi tentang kehidupan
masyarakat kontemporer.
Untuk
pengembangan kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan seperti telah
disebutkan terdahulu yaitu dimulai dari pendekatan fungsional seperti analisis
tugas (task analysis), analisis pekerjaan (job analysis) dan
analisis pekerjaan yang berhubungan dengan jabatan (occupational analysis).
Menganalisis tugas-tugas tersebut merupakan contoh konkrit bagaimana tujuan
pendidikan ditentukan dari jabaran kehidupan kontemporer, yang dalam kaitan ini
dengan bidang pekerjaan yang relevan. Apabila kita mempergunakan pendekatan
kompetensi berarti secara ideal ditetapkan faktor-faktor yang harus dikuasai
oleh seorang teknisi tertentu, yang nantinya akan dicari implikasinya untuk isi
pengajaran dan strategi untuk mencapainya.
Teori
pengembangan kurikulum, khususnya untuk kurikulum pendidikan teknologi dan
kejuruan, tidak terlepas dari teori psikologi belajar dan teori-teori belajar.
Teori belajar yang berhubungan dengan pengembangan kawasan kognitif, afektif,
dan psikomotor sebagai salah satu perwujudan identifikasi dan sintesis
bentuk-bentuk pengalaman pendidikan yang diharapkan mampu mencapai tujuan
pendidikan : Macam cara atau strategi mengajar dan pengorganisasian materi,
baik dalam bentuk kurikulum maupun rincian silabus dengan pengembangan
teknologi pengajarannya telah berhasil dikembangkan para ahli pendidikan dalam
rangka mencari alternatif jawaban untuk pertanyaan ketiga (Sukamto, 1988 : 48)
Pertanyaan dari Tyler tersebut ternyata banyak mendorong para ahli pendidikan,
sehingga pemikiran-pemikiran itu berpengaruh untuk teori dan praktek
pendidikan, dengan masing-masing pakar mempunyai warna dan rasional
masingmasing.
Proses pengembangan
kurikulum akan merupakan rangkaian langkahlangkah yang kompleks yang keputusan
satu aspek akan mempengaruhi aspek yang lain, sehingga antara yang satu dan
yang lainnya akan saling berhubungan. Selanjutnya merintis ke arah proses
pengembangan kurikulum menggunakan pendidikan sistem, yang setiap langkah dalam
proses tersebut semua komponen yang ada perlu dipertimbangkan dengan seksama.
Salah satu pendekatan sistematik dalam perencanaan/pengembangan kurikulum dapat
dilihat berikut ini.
B. MODEL
DAN DESAIN KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
Untuk
memberi gambaran tentang rancangan kurikulum di bawah ini akan diuraikan secara
singkat tentang model rancangan kurikulum :
1. Subject-Centered
Curriculum
Model rancangan
kurikulum ini yaitu peserta didik akan dipisahkan, misalnya jalur akademik dan
jalur kejuruan. Pemisahan jalur ini mengarahkan jalur akademik untuk dapat
melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, dan jalur kejuruan lulusannya
disiapkan untuk memasuki lapangan kerja. Dari pengembangan sumber daya manusia
rancangan subject-centered curriculum terlalu kaku, karena tidak luwes
menghadapi realitas peserta didik yang beragam potensinya serta terlalu
membesarkan dikotomi antara belajar dan bekerja. Pada realitanya peserta didik
dari jalur kejuruan ada yang berpotensi melanjutkan dan sebaliknya dari jalur
akademik kurang berpotensi untuk melanjutkan studi ke tingkat yang lebih
tinggi.
2. Kurikulum
Inti
Rancangan kurikulum dengan
model kurikulum inti yaitu bahwa struktur kurikulum di sekolah akan dibagi
menjadi beberapa komponen. Komponen itu yaitu ada komponen inti yaitu mata
pelajaran atau mata diklat yang wajib diikuti oleh semua peserta didik,
komponen wajib yaitu mata pelajaran atau mata diklat yang wajib diikuti oleh
semua peserta didik yang mengambil spesialisasi tertentu yang relevan dengan
minat, bakat atau potensinya, dan ada komponen pilihan yang boleh diambil
sebagai peserta yang memilih mata pelajaran atau mata diklat efektif. Model
rancangan kurikulum ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mendapat
materi-materi mendasar yang secara umum diperlukan, selanjutnya akan mendapat
materi yang spesifik untuk bidang studi tertentu. Di samping itu peserta didik iberi
kesempatan untuk mengembangkan potensi dengan memilih mata pelajaran elektif
yang sesuai bakat, minat, dan potensinya.
3. Cluster-Based
Curriculum
Pengorganisasian model cluster-based
curriculum ini, kurikulum diorganisasikan sedemikian rupa dengan memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk tidak mengikuti program spesifik untuk
suatu tujuan tertentu. Di dalam program tersebut mengandung suatu keluwesan
bahwa lulusan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, khususnya dunia
kerja. Dasar dari pengorganisasian dengan model cluster-based curriculum ini
bahwa beberapa kelompok pekerjaan mempunyai dasar komponen skill dan
kemampuan yang kurang lebih sama, juga peserta didik atau lulusan yang kelak
memiliki skill dan kemampuan dasar akan dapat beradaptasi secara luwes
untuk memilih pekerjaan atau kariernya.
4. Kurikulum
Berdasar Kompetensi
Model ini sudah
dikembangkan sejak dekade 1970-an dan sering disebut anti intelektualisme.
Model kurikulum berdasarkan kompetensi (competency-based curriculum)
banyak diterapkan pada pendidikan kejuruan dan pendidikan guru. Pada dasarnya
kurikulum berdasarkan kompetensi yaitu menginventarisasi kompetensi yang
diasumsikan esensial dalam suatu pekerjaan, jabatan atau karier tertentu.
Ukuran pencapaian kompetensi tersebut ditentukan secara eksplisit, yang akan
dijabarkan dalam proses pembelajaran sebagai tanggung jawab untuk membantu
peserta didik mencapai kriteria keberhasilan. Secara implisit dalam desain
kurikulum ini adalah konsep desain sistem, modul untuk kegiatan instruksional
untuk memungkinkan peserta didik belajar secara individual, dan mekanisme
perumusan perangkat kompetensi dan kriteria pencapainya. Kompetensikompetensi
yang secara terpisah-pisah banyak dikritik, karena tidak menjamin seseorang
secara menyeluruh menguasai kompetensi dalam bidang pekerjaan tertentu.
5. Kurikulum
Terbuka
Kurikulum terbuka (open-based
curriculum) telah mulai menjamur sekitar tahun 1970 yang didasarkan pada
gagasan inovatif bahwa pada dasarnya apa saja bisa diajarkan, pada siapa saja
dan di mana saja, serta pada umur berapa saja (Sukamto, 1988 : 51). Kurikulum
terbuka ini diilhami oleh pemikrian Jerome Bruner dalam bukunya The Process of
Education. Ciri pokok pengorganisasian kurikulum ini yaitu bahwa : a. proses
pembelajaran secara individual penuh, b. ditekankan pada belajar para peserta
didik, c. adanya diferensiasi tugas staf pengajar dan personal penunjang, d.
dalam hal keluar masuknya peserta didik dalam suatu program yaitu multiple
entry dan open exit, e. penggunaan multi media dan paket
instruksional. Dengan adanya beberapa model rancangan kurikulum tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada satu cara rancangan kurikulum yang paling baik dan
efektif, berarti perlu ada gabungan atau modifikasi dari model-model tersebut.
C. KERANGKA
OPERASIONAL PROSES PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI
KEJURUAN
Dalam
aspek operasional proses perencanaan dan pengembangan kurikulum diperlukan
koordinasi antara aspek-aspek perencanaan yang dilakukan di tingkat makro atau
level nasional dengan yang dilaksanakan di tingkat mikro (level sekolah dan
kelas) secara harmonis. Jadi, para pengambil keputusan di tingkat nasional
perlu mengetahui, memahami kondisi yang ada di tingkat mikro. Suatu kerangka
pemikiran operasional ditawarkan oleh Beane (Sukamto, 1988 : 64) telah
membedakan tugas perencanaan kurikulum menjadi tiga tingkatan : ”… perencanaan
kurikulum di tingkat makro dan mikro, pengembangan kurikulum di tingkat makro
dan pengajaran di tingkat mikro, seperti terpaparkan dalam gambar…”.
Dari
kerangka operasional pada gambar 3 bahwa untuk perencanaan kurikulum pada
tingkat makro akan berkaitan dengan need assesment, lalu melakukan
analisis kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan lingkungan, khususnya
kebutuhan dan tren lapangan/dunia kerja. Itu diperlukan untuk perumusan tujuan
umum, tujuan institusional dan sampai pada tujuan instruksional dan kriteria
keberhasilan program. Pada tingkat mikro sudah mulai pada kegiatan perencanaan
instruksional, lalu melakukan uji coba program dan melakukan validasi. Tahap
selanjutnya akan melakukan kegiatan implementasi program (Proses Belajar
Mengajar) yang akan dilaksanakan langsung di lapangan (kelas, laboratorium atau
bengkel, bahkan ke industri), dan terakhir melakukan evaluasi program untuk
melihat keberhasilan atau kekurang berhasilan.
D. IMPLEMENTASI
KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
Implementasi
kurikulum umumnya telah menjadi tanggung jawab sekolah, yaitu kepala sekolah,
guru, dan masyarakat. Khususnya guru sebagai ujung tombak di lapangan, yang
harus mempersiapkan aktivitas pembelajaran, yang tentu harus didukung oleh
pimpinan dengan segala fasilitas dan kondisi yang diperlukan agar pembelajaran
dapat berjalan sebagaimana yang direncanakan dan diharapkan. Kreativitas guru
yang didukung oleh kebijakan pimpinan yang konstruktif dengan segala sarana dan
prasarana yang diperlukan akan mengantar proses pembelajaran yang diperlukan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam implementasi kurikulum sangat
diharapkan para peserta didik akan mendapat pengalaman belajar yang optimal
sehingga para peserta didik pada sekolah teknologi dan kejuruan khususnya akan
dapat memiliki bekal dan pengalaman untuk terjun di dunia usaha atau dunia
industri. Setelah lulus mereka tidak canggung untuk bekerja karena mereka
diharapkan telah memiliki gambaran yang lengkap bagaimana selayaknya berkiprah
di lapangan kerja. Pembelajaran vokasional bagi peserta didik perlu ditanamkan
apa makna dibalik belajar keterampilan tersebut. Para peserta didik harus dapat
menghayati lebih jauh tentang manfaat yang dapat diambil, dirasakan setelah
mereka lulus kelak. Bagi peserta didik yang belajar vokasional di sekolah umum
pun perlu ditanamkan oleh guru tentang makna dan kemanfatannya, paling tidak
bahwa dengan belajar vokasional dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan
keluarga, misalnya yang belajar elektro dapat memperbaiki seterika yang rusak
atau alat-alat listrik yang lainnya, atau yang belajar pembuatan busana akan
dapat membuat busana sendiri atau paling tidak memilih busana yang serasi bagi
dirinya.
Kurikulum Sekolah
Menengah Kejuruan khususnya mempergunakan pendekatan kurikulum berbasis
kompetensi. Dikemukakan oleh Mc Achan (E. Mulyasa, 2002 : 38) mengemukakan
bahwa kompetensi : ”… is a knowledge, skills, and abilities or capabilities
that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he
or she can satisfactorily perform particular cognitive, afective, and
pychomotor behaviors”. Pendapat Mc. Achan dapat diartikan bahwa kompetensi
merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau kecakapan yang dikuasai
seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga dapat memuaskan
penampilan, khususnya tampilan kognitif, afektif, dan psikomotor. Memahami
pengertian kompetensi tersebut bahwa orang yang memiliki kompetensi menguasai
standar baku yang dipersyaratkan dalam suatu kemampuan tertentu, seperti
penampilan kerja di industri busana, atau industri alat elektronik, industri
pengawetan makanan, dan industri-industri lainnya. Kompetensi dalam lingkup
pendidikan menengah kejuruan tercantum dalam kurikulum SMK 2004 Bagian I (2004
: 16) sebagai berikut :
a. Kurikulum berbasis
kompetensi diartikan sebagai rancangan pendidikan dan pelatihan yang
dikembangkan berdasarkan standar kompetensi yang berlaku di tempat kerja;
b. Substansi kompetensi
memuat pernyataan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill),
dan sikap (attitude);
c. Isi atau materi yang
dirancang dengan pendekatan berbasis kompetensi diorganisasi dengan sistem
modular (satuan utuh), ditata secara sekuensial, dan sistemik;
d. Ada korelasi
langsung antara penjenjangan jabatan pekerjaan di dunia kerja dengan pentahapan
pencapaian kompetensi di SMK.
Dari uraian tentang
kurikulum berbasis kompetensi yang perlu diperhatikan di sini yaitu bahwa standar
kompetensi yang akan dicapai harus sesuai dengan apa yang berlaku di tempat
kerja. Juga perlu ditekankan bahwa substansi kompetensi harus memuat pernyatan
kognitif, afektif, dan psikomotor, dan dalam pentahapan kompetensi tersebut
sesuai dengan penjenjangan jabatan pekerjaan yang ada di dunia kerja. Contoh
pada tujuan SMK pariwisata program keahlian tata busana yang tercantum dalm
GBPP (2004 : 1), yaitu : Secara khusus tujuan Program Keahlian Tata Busana
adalah membekali peserta didik dengan keterampilan, pengetahuan, dan sikap agar
kompeten :
a. Mengukur, membuat
pola, menjahit dan menyelesaikan busana.
b. Memilih bahan
tekstil dan bahan pembantu secara tepat.
c. Menggambar
macam-macam busana sesuai kesempatan.
d. Menghias busana
sesuai dengan desain.
e. Mengelola usaha di
bidang busana.
Menyimak tujuan dari
kompetensi yang harus dicapai peserta didik, maka para peserta didik perlu
mengikuti atau wajib menempuh sejumlah program mata diklat agar dapat menguasai
sejumlah kompetensi tersebut. Program mata diklat tersebut telah tercantum
dalam struktur kurikulum SMK pariwisata sesuai program yang dipilihnya, yang
dalam kaitan kutipan di atas yaitu program keahlian tata busana. Pelaksanaan
pembelajarannya pada setiap program keahlian tersebut terdiri atas teori dan
praktik, sehingga peserta didik diharapkan akan menguasai kompetensi yang telah
dirumuskan tadi, yang selayaknya akan menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.